SELAMAT DATANG SAHABAT PRUDENTIAL - SALAM HANGAT UNTUK ANDA DAN KELUARGA - DAPATKAN INFORMASI LEBIH DARI KAMI - SELALU ADA DIMANAPUN ANDA BERADA UNTUK MEMBANTU MERENCANAKAN KEUANGAN MASA DEPAN DENGAN KEPASTIAN

AGENT PRUDENTIAL SYARIAH

"INFORMASI DETAIL : +6283851753352 CALL/WHATSAPP/TELEGRAM"

Untuk Biaya Kuliah Anak, Asuransi Lebih Bagus Dibandingkan Menabung di Bank

print this page
send email

Asuransi? Jujur saja, dulu saya termasuk orang yang tidak mau ikut program asuransi. Yang ada di pikiran saya tentang asuransi adalah hal-hal yang tidak ada manfaatnya sama sekali untuk saya. Asuransi hanya bermanfaat jika seseorang mengalami musibah seperti sakit rawat  jalan, rawat inap, kecelakaan, atau kematian. Tentu musibah seperti yang telah saya sebutkan itu tidak ada yang menginginkan. Maunya semuanya dalam keadaan baik-baik saja.

Namun jika asuransi jiwa dan kesehatan saya dibayar oleh perusahaan tempat saya bekerja, tentu saja saya tidak menolak karena sekian persen perminya akan ditanggung oleh pihak perusahaan tempat saya bekerja. Justru jika perusahaan tidak memberikan asuransi kepada karyawannya, lebih baik saya tidak usah bekerja di situ. Bukankah biaya kesehatan tidak ada yang murah. Apa lagi saat dulu saya masih bekerja, Gubernur DKI Jakarta belum dijabat oleh Joko Widodo, belum ada program Kartu Jakarta Sehat (KJS) agar bisa berobat gratis!

Syukurlah, selama bertahun-tahun saya bekerja di perusahaan itu, saya selalu berada dalam keadaan sehat. Artinya saya tidak pernah sakit berat sampai harus dirawat inap di rumah sakit. Sakit yang saya alami hanya yang ringan seperti batuk, flu, atau pusing kepala. Meskipun saya punya asuransi dari kantor, saya tak pergi ke dokter karena malas mengantri. Kalau saya sedang batuk dan flu, saya minum jeruk nipis di campur sedikit kecap. Kalau kepala pusing, obatnya makan yang berkuah-kuah seperti soto, minum jamu gendong seperti kunyit asam dan beras kencur, dan tidur yang cukup. Sudah begitu saja.

Lucunya, ketika saya diam-diam melamar di perusahaan lain dan diterima, saya baru menyadari bahwa di perusahaan tempat saya masih bekerja saat itu, ternyata saya belum satu kali pun menggunakan kartu asuransi untuk urusan kesehatan. Padahal teman-teman saya di kantor itu sudah merasakan manfaatnya. Menyesalkah saya? Ah, tidak juga. Justru saya bersyukur saya masih diberi kesehatan dan daya tahan tubuh saya masih mampu melawan penyakit hanya dengan obat-obatan tradisional.

Wah, tapi kalau dihitung-hitung (tak mau rugi juga ya saya…hahahaha), selama saya bekerja di perusahaan itu, masak sih saya tidak merasakan jerih payah kerja saya dengan menggunakan  fasilitas kartu asuransi kesehatan? Buat apa juga kartu asuransi kesehatan itu selama bertahun-tahun memenuhi dompet saya tanpa sekalipun saya gunakan?
Sekonyong-konyong timbulah ide saya untuk pergi ke dokter gigi. Untuk apa? Adakah gigi saya yang bermasalah? Hehehehe…ada juga, di gigi geraham kanan bawah ada satu lubang kecil dan bagian atas geraham paling belakang sudah parah, harus dicabut. Selama ini meskipun saya punya asuransi kesehatan, saya malas ke dokter gigi, soalnya takut…(hihihi…kayak anak kecil yak). Lihat alat-alatnya saja sudah keringat dingin apalagi kalau alat-alat itu menyentuh gigi saya yang sakit. Sejak kecil saya memang paling susah dibawa ke dokter gigi, selalu punya seribu satu cara dan alasan untuk menghindar ke dokter gigi.

Karena tidak mau rugi, mendadak saya jadi punya keberanian mendatangi rumah sakit yang ditunjuk. Di poli gigi tersebut akhirnya gigi saya sukses dicabut. Semiggu kemudian saya diminta datang lagi ke poli gigi tersebut untuk tambal gigi.

Nah, sampai dengan detik-detik terakhir sebelum saya pindah dari kantor lama ke kantor yang baru, saya masih menyempatkan diri membersihkan gigi di klinik rumah sakit itu.
Setelah bekerja hampir sekitar sepuluh tahun di perusahaan yang baru, akhirnya saya berhenti setelah melahirkan anak kedua.

Untungnya perusahaan suami memberikan fasilitas asuransi kesehatan bagi kami sekeluarga. Selain asuransi kesehatan, suami juga mendapat asuransi jaminan hari tua atau pensiun.
Nah, itu asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan.

Mengingat suami bukan pegawai negeri, maka kami memutuskan untuk mengikutsertakan anak-anak saya pada program asuransi pendidikan. Preminya kami bayar setiap bulan selama sepuluh tahun. Perhitungannya, kurang lebih sepuluh tahun kemudian dana asuransi itu akan kami pakai untuk biaya masuk ke universitas. Mana ada universitas yang murah,  biaya masuknya bisa puluhan juta rupiah (bahkan ratusan juta rupiah jika masuk ke universitas swasta untuk Fakultas Kedokteran dan Tekhnik).

Perhitungannya jika saya menabung di bank untuk biaya pendidikan anak, saya khawatir nominal hasil akhir atau target hasil akhir yang ingin kami peroleh tidak tercapai. Sebab menabung di bank untuk tujuan pendidikan bagi kami kurang pas. Mengapa? Jika ada keperluan tidak terduga selama sepuluh tahun itu, maka sudah pasti, sedikit atau banyak, uang tabungan pendidikan anak tersebut akan terpakai.

Namun jika kami investasikan dengan melalui asuransi pendidikan, maka kemungkinan godaan untuk mengambil uang tersebut kecil.

Apakah saya tidak takut selama sepuluh tahun itu uang saya akan dibawa kabur? Hal ini memang tetap menjadi pertimbangan saya dan suami. Oleh sebab itulah kami memilih perusahaan asuransi yang keuangannya sehat, kuat, dan dapat dipercaya.

Sebenarnya, asuransi pendidikan yang saya ikuti ini, saya tidak perlu menunggu sampai sepuluh tahun (anak kuliah) jika ingin mengambilnya. Misalnya jika saya butuh uang saat ini untuk keperluan anak masuk ke SMP atau SMU, dana asuransinya boleh saya ambil sebagian. Namun mudah-mudahan itu tak kami alami sebab jika dananya sudah diambil sedikit demi sedikit dari sekarang, maka tentu akan mengurangi jumlah total nominal dari target yang kami ingin capai.

Yang membuat saya tertarik dengan produk asuransi ini adalah selain dana pendidikan dapat diambil sewaktu-waktu adalah karena si ayah sebagai penjamin yang membayarkan premi setiap bulan juga mendapatkan proteksi dari pihak asuransi.  Maksudnya bila suatu waktu    terjadi risiko atas pemegang polis (di PHK karena tidak dapat bekerja akibat cacat karena kecelakaan dan meninggal dunia) maka pihak asuransi akan membebaskan biaya pembayaran premi bulanan. Asuransi pendidikan anak tetap akan berjalan terus sampai anak-anak kuliah. Hak-hak terhadap si anak tidak berkurang sedikit pun.

Dengan demikian salah satu masalah keuangan untuk pendidikan kuliah anak di masa depan sudah bisa terselesaikan.

Oya, asuransi pendidikan bagi anak-anak saya ini sangat lengkap karena juga memberikan layanan kesehatan. Sebab asuransi pendidikan ini sudah satu paket dengan asuransi kesehatan. (Puri Areta)

Sourch : Kompas

1 Comment:

Anonymous said...

nice